Sekarang efek pemanasan global sudah mulai terasa, salah satunya adalah banjir dan kekeringan yang datang silih berganti. Banjir selalu terjadi di beberapa daerah rawan banjir ketika musim penghujan tiba. Jika curah hujan kecil, mungkin air dapat meresap ke dalam tanah dan bermanfaat untuk memelihara kelembapan tanah. Namun, ketika curah hujan yang turun begitu besarnya, air yang tidak meresap/limpasan (aliran) permukaan terbuang melalui saluran drainase dan sungai. Bila limpasan permuaan tidak tertampung oleh saluran-saluran tersebut, air akan meluap membanjiri kawasan yang lebih rendah. Berkurangnya lahan resapan di permukaan tanah juga turut memperparah kondisi ini. Luapan air banjir dapat mengangkut sedimen dan sampah yang dapat mendangkalkan dan menyumbat saluran air yang pada gilirannya dapat memperluas daerah yang terkena banjir. Banjir selalu saja berpasangan dengan kekeringan. Jika banjir terjadi pada musim hujan, pada musim kemarau selalu saja mendatangkan kekeringan. Air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah terbuang menjadi banjir, dapat mengurangi kesempatan untuk menambah cadangan air tanah. Pada saat kemarau tiba, di mana curah hujan menjadi rendah, simpanan air tanah terus berkurang oleh penguapan dan pemakaian air yang terus bertambah. Penyedotan air tanah yang tidak diimbangi dengan penambahan kembali melalui upaya peresapan air, lama kelamaan akan menyebabkan kelembapan tanah berkurang. Pada gilirannya akan menyebabkan tanah menjadi retak ketika musim kemarau datang.
Maka dari itu ada beberapa alternatif untuk mengatasi masalah ini salah satunya dengan menggunkan biopori. Biopori adalah pori makro yang berbentuk liang sinambung yang akan mempercepat peresapan air ke dalam tanah. Bila di dalam tanah tersedia cukup bahan organik, perakaran tanaman dapat dengan mudah berkembang dan menembus tanah. Fauna tanah pun dapat berkembang biak dan beraktivitas menembus liang dalam tanah. Bipori di buat dengan cara membuat lubang vertikal kedalam tanah sehingga diperoleh permukaan seluas permukaan dinding lubang. Lubang resapan biopori dibuat dengan diameter relatif kecil untuk efisiensi penggunaan permukaan lahan yang kian sempit. Lubang diisi sampah organik yang dapat melindungi permukaan lubang dari penyumbatan oleh sedimen halus dan lumut.
Fauna tanah seperti cacing tanah akan terpikat masuk ke dalam tanah untuk berlindung, memakan sampah organik, dan membentuk biopori. Limpasan permukaan akan masuk ke dalam lubang dan meresap ke segala arah melalui biopori sekitar lubang. Laju peresapan air dari dalam Lubang Resapan Biopori (LRB) akan meningkat seiring waktu karena bertambahnya biopori yang terbentuk sehingga proses pelapukan sampah organik di dalam lubang dalam suasana cukup oksigen (aerobik). Air lindi/ air yang keluar dari sampah (leachate) yang terbentuk segera diserap tanah menjadi perekat agregat dan pori tanah. Dengan memanfaatkan sampah organik ke dalam LRB kawasan pemukiman, sampah rumah tangga tidak perlu dikumpulkan di tempat pembuangan sementara (TPS).
Akan tetapi, teknologi tepat guna ini harus disertai dengan kepedulian masyarakat untuk mau memilah sampah dan merawat lubang biopori. Kepedulian masyarakat untuk menjaga kelestarian alam menjadi kunci utama penanggulangan banjir.
Daftar Pustaka:
- Brata, R.K., dan Nelistya Anne (2008). Lubang Resapan Biopori. Penebar Swadaya. Karuniastuti, N. (2014). Teknologi Biopori Untuk Mengurangi Banjir Dan Tumpukan Sampah Organik. Swara Patra, 4(2).