PENGOLAHAN SAMPAH MENJADI LISTRIK

Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, hal ini juga berbanding lurus dengan kebutuhan akan energi yang besar pula. Bersamaan dengan kemajuan suatu bangsa, maka semakin besar pula kebutuhan energi, terkhusus energi listrik baik di skala perumahan maupun di Industri. Dengan semakin menipisnya sumber energi yang berasal dari fosil, maka perlu dicarikan solusi untuk mengatasi meningkatnya kebutuhan energi secara khusus energi listrik yaitu dengan memerlukan sumber energi alternatif yang dijadikan sebagai bahan bakar untuk pembangkit energi listrik yang berasal dari sampah.

Menurut Soemirat Slamet (2009) sampah dibedakan atas sifat biologisnya sehingga memperoleh pengelolaan yakni, sampah yang dapat membusuk, seperti (sisa makan, daun, sampah kebun, pertanian, dan lainnya), sampah yang berupa debu, sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah yang berasal dari industri yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisik berbahaya. Sedangkan menurut Amos Noelaka (2008) sampah dibagi menjadi 3 bagian yakni:

  • Sampah Organik

Sampah organik merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik / pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai, dikelola dan dimanfaatkan dengan prosedur yang benar. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah organik merupakan sampah yang mudah membusuk seperti, sisa daging, sisa sayuran, daun-daun, sampah kebun dan lainnya.

  • Sampah Nonorganik

Sampah nonorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah ini merupakan sampah yang tidak mudah menbusuk seperti, kertas, plastik, logam, karet, abu gelas, bahan bangunan bekas dan lainnya. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng.

  • Sampah B3 (Bahan berbahaya beracun)

Pada sampah berbahaya atau bahan beracun (B3), sampah ini terjadi dari zat kimia organik dan nonorganik serta logam-logam berat, yang umunnya berasal dari buangan industri. Pengelolaan sampah B3 tidak dapat dicampurkan dengan sampah organik dan nonorganik. Biasanya ada badan khusus yang dibentuk untuk mengelola sampah B3 sesuai peraturan berlaku

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan bahwa sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia dan proses alam yang berbentuk padat, dihasilkan setiap manusia dari akibat aktivitas yang menghasilkan sampah. Sampah menjadi salah satu sumber masalah baru yang menyedot perhatian dari seluruh masyarakat dunia secara khusus di Indonesia. Dengan sumber daya yang mudah di dapat karena sampah adalah barang yang dibuang tiap harinya, maka limbah sampah ini diproyeksikan dan dimanfaatkan sebagai sumber energi baru dan terbaharukan bagi pembangkitan tenaga listrik atau energi listrik, yang kita kenal sebagai Pembangkit Energi Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).

Hal ini dikarenakan jumlah limbah sampah yang dihasilkan dari setiap aktifitas manusia berbanding lurus dengan tingkat konsumsi manusia akan bahan atau material yang digunakan setiap hari. Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpotensi terhadap peningkatan volume sampah yang dibuang setiap harinya di sekitar lingkungan kita. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Februari 2019, merilis bahwa saat ini Indonesia menghasilkan sedikitnya 64 juta ton timbunan sampah setiap tahunnya. Berdasarkan data tersebut, sekitar 60 persen sampah diangkut dan ditimbun ke TPA, 10 persen sampah didaur ulang, sedangkan 30 persen lainnya tidak dikelola dan mencemari lingkungan.

Pembangkit listrik tenaga sampah merupakan pembangkit listrik yang memanfaatkan sampah sebagai bahan bakar. Sampah ini nantinya akan digunakan untuk memanaskan air dalam boiler. Uap panas yang dihasilkan boiler ini dimasukan ke turbin uap yang akan memutar generator sehingga menghasilkan energi listrik (Samsinar & Anwar, 2018).

Pembangkit listrik sampah atau Pembangkit listrik tenaga biomasa sampah adalah pembangkit listrik thermal dengan uap supercritical steam dan berbahan bakar sampah atau gas sampah methan. Sampah atau gas methan sampah dibakar menghasilkan panas yang memanaskan uap pada boiler steam supercritical.Uap kompresi tinggi kemudian menggerakkan turbin uap dan flywheel yang tersambung pada generator dinamo dengan perantara gear transmisi atau transmisi otomatis sehingga menghasilkan listrik. Daya yang dihasilkan pada pembangkit ini bervariasi antara 500KW sampai 10 MW. Jika dibandingkan dengan PLTU berbahan bakar batubara dengan daya 40 MW sampai 100 MW per unit atau PLT nuklir berdaya 300 MW sampai 1200 MW per unit. PLTSa dengan proses pembakaran menggunakan proses konversi Thermal dalam mengolah sampah menjadi energi. Proses kerja tersebut dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:

  1. Pemilahan dan Penyimpanan Sampah Limbah sampah kota yang berjumlah ±500-700 ton dikumpulkan pada suatu tempat yang dinamakan Tempat Pengolahan Akhir (TPA). Pemilahan sampah sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan PLTSa. Sampah ini kemudian disimpan didalam bunker yang menggunakan teknologi RDF (Refused Derived Fuel). Teknologi RDF ini berguna dalam mengubah limbah sampah kota menjadi limbah padatan sehingga mempunyai nilai kalor yang tinggi. Penyimpanan dilakukan selama lima hari hingga kadar air tinggal 45% yang kemudian dilanjutkan dengan pembakaran.
  2. Pembakaran Sampah Tungku PLTSa pada awal pengoperasiannya akan digunakan bahan bakar minyak. Setelah suhu mencapai 850°C – 900°C, sampah akan dimasukkan dalam tungku pembakaran (insenerator) yang berjalan 7800 jam. Hasil pembakaran limbah sampah akan menghasilkan gas buangan yang mengandung CO, CO2, O2, NOx,dan SOx. Hanya saja, dalam proses tersebut juga terjadi penurunan kadar O2. Penurunan kadar O2 pada keluaran tungku bakar menyebabkan panas yang terbawa keluar menjadi berkurang dan hal tersebut sangat berpengaruh pada efisiensi pembangkit listrik.
  3. Pemanasan Boiler.Panas yang dipakai dalam memanaskan boiler berasal dari pembakaran sampah. Panas ini akan memanaskan boiler dan mengubah air didalam boiler menjadi uap. Uap yang tercipta akan disalurkan ke turbin uap sehingga turbin akan berputar. Karena turbin dihubungkan dengan generator maka ketika turbin berputar generator juga akan berputar. Generator yang berputar akan mengahsilkan tenaga listrik yang kan disalurkan ke jaringan listrik milik PLN. Dari proses diatas dengan jumlah sampah yang berkisar 500-700 ton tiap harinya dapat diolah menjadi sumber energi berupa listrik sebesar 7 Megawatt.

Dan juga sebagai salah satu teknologi pemanfaatan biomassa sumber daya alam yang dapat diperbaharui maka sampah dapur serta air seni, serta isi septic tank diolah dengan fermentasi gas metana dan diambil biomassnya untuk menghasilkan listrik, lebih lanjut panas yang ditimbulkan juga turut dimanfaatkan. Sedangkan residunya dapat digunakan untuk pembuatan kompos. Karena sampah dapur mengandung air 70–80%, sebelum dibakar, kandungan air tersebut perlu diuapkan. Di sini, dengan pembagian berdasarkan sumber penghasil sampah dapur serta fermentasi gas metana, dapat dihasilkan sumber energi baru dan ditingkatkan efisiensi termal secara total.

Pemanfaatan gas dari sampah untuk Pembangkit Listrik dengan teknologi fermentasi metana dilakukan dengan dengan metode sanitary landfill yaitu, memanfaatkan gas yang dihasilkan dari sampah (gas sanitary landfill/LFG). Landfill Gas (LFG) adalah produk sampingan dari proses dekomposisi dari timbunan sampah yang terdiri dari unsur 50% metan (CH4), 50% karbon dioksida (CO2) dan ≤1% non methane organic compound (NMOCs). LFG harus dikontrol dan dikelola dengan baik karena jika hal tersebut tidak dilakukan dapat menimbulkan smog (kabut gas beracun), pemanasan global dan kemungkinan terjadi ledakan gas. Sistem sanitary landfill dilakukan dengan cara memasukkan sampah kedalam lubang selanjutnya diratakan dan dipadatkan kemudian ditutup dengan tanah yang gembur demikian seterusnya hingga membentuk lapisan-lapisan.Untuk memanfatkan gas yang sudah terbentuk, proses selanjutnya adalah memasang pipa-pipa penyalur untuk mengeluarkan gas. Gas selanjutnya dialirkan menuju tabung permurnian sebelum pada akhirnya dialirkan ke generator untuk memutar turbin. Dalam penerapan sistem sanitary landfill yang perlu diperhatikan adalah, luas area harus mencukupi, tanah untuk penutup harus gembur, permukaan tanah harus dalam dan agar ekonomis lokasi harus dekat dengan sampah sehingga biaya transportasi untuk mengangkut tanah tidak terlalu tinggi.

Maka dapat di ambil kesimpulan bahwa pemanfaatan limbah sampah sebagai salah satu solusi alternative penganti fosil yang jumlahnya semakin menipis, dapat membantu pencapaian kebutuhan energy listrik secara nasional, walaupun kapasitas daya listrik mampu yamg dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga sampah relative lebih rendah dari jenis pembangkit listrik yang lain, tetapi dengan adanya teknologi pembangkit listrik tenaga sampah, paling tidak bisa menjadi second electric power untuk system kelistrikan yang saling terinterkoneksi dengan pembangkit listrik yang lain, dan juga dapat mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya limbah sampah yang dihasilkan industry dan rumah tangga setiap harinya.

DAFTAR PUSTAKA :

Ambabunga, Yusri. “Analisis Pembangkit Energi Listrik Dengan Sumber Energi Baru dan Terbaharukan.” Neutrino. Vol. 2. No. 1. 2019.

Amos Noelaka (2008:67), Jenis, Sumber dan Karakteristik Sampah Rumah Tangga,Engenering,London.

Kompas.com. (2020,18 Desember). Indonesia Hasilkan 64 Juta Ton Sampah, Bisakah Kapasitas Pengelolaan Tercapai Tahun 20215?. Diakses dari https://www.kompas.com/sains/read/2020/12/18/070200023/indonesia-hasilkan-64-juta-ton-sampah-bisakah-kapasitas-pengelolaan?

Samsinar, Riza, and Khaerul Anwar. “Studi Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Kapasitas 115 KW (Studi Kasus Kota Tegal).” eLEKTUM 15.2 (2018).

Soemirat Slamet, (2009:153). Jenis Dan Karakteristik Sampah.Jogjakarta.